Langsung ke konten utama

materi sistem peradilan pidana



MATERI KULIAH SISTEM PERADILAN PIDANA BAPAK MULTAZAM 21 agustus 2014
Literature :
1.      Kapita selekta system peradilan pidana à muladi
2.      System peradilan pidana à romli atmsasmita
3.      Hak asasi manusia dalam system peradilan pidana àmargono reksodiputro
4.      Proses hokum yang adil dalam system peradilan pidana à hari tahir + KUHAP
System peradilan pidana yaitu bekerjanya atau berprosesnya hokum acara pidana.
Hokum acara pidana yaitu bagian yang mengatur bagaimana prosedurnya menghukum seseorang yang melakukan tindak pidana
Penyelenggaraan pidana yaitu suatu mekanisme bekerjanya aparat penegak hokum mulai dari penyelidikan s/d putusan pengadilan atau bekerjanya polisi, jaksa, hakim dan petugas lembaga kemasyarakatan.
·         Menurut romli atmasasmita : system peradilan pidana merupakan istilah yang menunjukkan mekanisme kerja dalam menanggulangi kejahatan dengan mempergunakan pendekatan system.
Dalam system peradilan pidana ada 3 bentuk pendekatan system :
1.      Pendekatan normative : memandang bahwa aparat penegak hokum (jaksa, hakim, polisi, dan pengadilan) itu sebagai institusi pelaksana peraturan perundang-undangan sehingga aparat penegak hokum tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam penegakan hokum.
2.      Pendekatan administrative : memandang keempat aparat penegak hokum itu sebagai suatu organisasi manajemen yang memiliki mekanisme kerja baik hubungan yang bersifat vertical/horizontal sesuai dengan struktur organisasi yang berlaku tersebut.
3.      Pendekatan social : memandang keempat aparat penegak hokum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari system social sehingga masyarakat secara keseluruhan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan/tidak berhasil keempat aparat penegak hokum itu dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut Mardjono : system peradilan pidana itu adalah system pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga kepolisian,kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.maka didalam system peradilan pidana terdapat 4 komponen :
1.      Kepolisian
2.      Kejaksaan
3.      Pengadilan
4.      Lembaga pemasyarakatan
Keempat komponen tadi ialah yang lazim diakui baik dalam kebijakan criminal maupun praktek penegakan hokum. Oleh karena itu, Menurut Nagel apabila system peradilan pidana itu dilihat sebagai salah satu instrument kebijakan criminal maka unsure-unsur yang terkandung dalam system peradilan pidana itu juga termasuk dalam pembentuk UU = SPP. Tetapi polisi tidak dimasukkan dalam system peradilan pidana, menurut nagel karena pembuat UU sangat menentukan politik criminal yaitu menentukan arah kebijakan hokum pidana dan pelaksanaan hokum pidana yang hendak dicapai.
·         Menurut Romli A : komponen system peradilan pidana tidak hanya ada 4 tetapi juga memasukkan penasehat hokum sebagai komponen baru didalam SPP (komponen ke-5).
QF : Kenapa Nagel tidak memasukkan kepolisian dalam komponen system peradilan pidana ?
AW : bisa dipahami bahwa menurut buku yang telah dibaca oleh dosen tidak menyebutkan apa yang menjadi alasana mengapa nagel tidak memasukkan kepolisian. Tetapi POLISI (menurut HIR) dikatakan sebagai HULP MAGISTRAAT (Pembantu Jaksa).
Menurut Traatman à polisi tidak dimasukkan dalam proses acara pidana.
·         Ada alasan Romli A mengapa penasehat hokum dimasukkan dalam komponen baru ke-5 yaitu :
1.      Keberhasilan penegak hokum dalam kenyataannya dipengaruhi pula peran dan tanggung jawab kelompok penasehat hokum (UU NO.18/2003 TTG ADVOKAT) penasehat hokum sebagai penegak hokum
2.      Penempatan penasehat hokum diluar system peradilan pidana sangat merugikan pencari keadilan maupun terhadap mekanisme kerja system peradilan pidana secara menyeluruh.
Due process model : suatu ketentuan bahwa tersangka/terdakwa berhak didampingi penasehat hokum (wajib) apabila tidak ada penasehat hokum maka tersangka tidak boleh diperiksa dan apabila tersangka tidak mau penasehat hokum yang ditunjuk maka tersangka boleh memilih penasehat hokum yang diinginkan. Jika terjadi legal guilty maka factual guilty tersangka tidak perlu diperiksa lagi. Misal yang terjadi di AMERIKA kasus MIRANDA RULE.
3.      Adanya pendapat dan pandangan bahwa komponen penasehat hokum yang baik dan benar akan mendukung terciptanya suasana peradilan yang bersih dan nyaman.
MATERI KULIAH SISTEM PERADILAN PIDANA BAPAK MULTAZAM à 28 AGUSTUS 2014
Masing-masing aparat penegak hokum dalam kesatuan system harus saling bekerja sama, maka dapat membentuk Integrates Criminal Justice system (System Peradilan Pidana Terpadu)[1] ialah sinkronisasi yang dapat dibedakan Menurut Muladi yaitu :
1.      Sinkronisasi structural : yaitu sinkronisasi dalam hubungan antar lembaga penegak hokum.
2.      Sinkronisasi substansi : yaitu sinkronisasi yang bersifat vertical dan horizontal dalam kaitannya dengan hokum positif.
3.      Sinkronisasi cultural : keserampakan dan keselarasan dalam menghayati pandangan-pandangan sikap-sikap dan falsafah secara menyeluruh mendasari jalannya system peradilan pidana
Menurut Herbert Packer ada 2 model dalam penyelenggaraan pidana :
1.      Crime control model
2.      Due process model
Dengan menggunakan 2 model itu Menurut Packer maka harus dipikirkan bagaimana hokum acara itu dibuat. untuk memberantas kejahatan harus dipikirkan bagaimana hokum acara itu dibuat apakah HIGH SPEED atau LOW SPEED. Kalau akan menyelesaikan kejahatan secara cepat maka harus memakai CRIME CONTROL MODEL, tetapi apabila dalam memberantas kejahatan secara lambat maka akan menggunakan DUE PROCESS MODEL.
Antara dua model CRIME CONTROL MODEL dan DUE PROCESS MODEL dibangun atas dasar nilai-nilai yang berbeda, tetapi CCM tidak bisa dilawankan/dipertentangkan dalam DPM karena Menurut Herbert Packer itu hanya merupakan model yang ideal dalam memberantas kejahatan.
A.    CRIME CONTROL MODEL mempunyai ciri-ciri :
1.      Efisiensi yang mencakup ketetapan, kecepatan dan ketuntasan
2.      Presumption of guilty “praduga bersalah”
3.      Bersifat represif /pemberantasan kejahatan
B.     DUE PROCESS MODEL mempunyai cirri-ciri :
1.      Menitikberatkan pada hak individu dan pembatasan wewenang oleh penguasa
2.      Presumption of innocent “praduga tidak bersalah”
3.      Model ini menekankan kepada pencegahan (preventive measures dan menghapuskan sejauh mungkin kesalahan mekanisme administrasi peradilan

Terhadap CCM dan DPM, Romli Atmasasmita menyatakan bahwa :
1.      Sanksi pidana merupakan pisau bermata dua sehingga penggunaannya harus dibatasi oleh kegunaannya yang merupakan tujuan sanksi pidana
2.      Didalam upaya mencapai tujuan pidana hendaknya disadari suatu kenyataan bahwa penggunaan sanksi tidak selalu sama bagi setiap orang
3.      Semua bentuk perbuatan kesusilaan tidak memerlukan sanksi pidana karena apabila tetap diberlakukan maka sanksi pidana tidak akan efektif
4.      Packer mengatakan untuk menempatkan sanksi pidana secara proporsional dalam upaya penegakan hokum sehingga diharapkan dengan cara demikian sanksi pidana harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai oleh sanksi pidana.
Disamping ada CCM dan DPM juga ada Family Model yang dikemukan oleh John Griffths yaitu menempatkan pelaku dan korban kejahatan sebagai keluarga sehingga dengan demikian setiap kasus diselesaikan dengan cara kekeluargaan.
Menurut Family Model : pelaku kejahatan tidak lagi dianggap sebagai musuh masyarakat yang harus disingkirkan tetapi harus dapat dikendalikan untuk dapat memperbaiki diri.
Ada model “Pengayoman Model” ini dikemukakan oleh J.E Sahetapy maka semua pihak harus diayomi dan harus bertanggung jawab serta senantiasa dicari penyelesaian sebaik-baiknya dan yang paling penting hokum harus ditegakkan dan proses peradilan itu harus terbuka.
Menurut Muladi ada “Model Keseimbangan Kepentingan” karena model CCM, DPM dan Family itu masing-masing mempunyai kelemahan dan tidak cocok kecuali model yang diusul J.E Sahetapy karena CCM berpandangan bahwa tindakan yang represif merupakan hal yang penting dalam proses peradilan pidana dan CCM juga memandang bahwa penjahat harus dijauhi dan tujuan pemidanaan adalah untuk melindungi kepentingan individu atau hak asasi manusia. Sedangkan DPM tidak sepenuhnya menguntungkan karena anti keotoritasan/kesewenang-wenangan sedangkan family model (Griffths) karena terlalu “offender oriented” karena banyak masalah mengenai korban yang memerlukan perhatian serius.
Menurut Muladi model SPP yang cocok bagi Indonesia ialah model keseimbangan kepentingan uaitu model yang memperhatikan kepentingan Negara, umum, individu, pelaku tindak pidana dan kepentingan korban kejahatan.
Sebelum Indonesia menggunakan KUHAP kita menggunakan HIR (Het Herziene Indonesische Reglement). Tujuan mencapai ketertiban dan kepastian hokum tidak menjadi tujuan utama KUHAP tetapi bagaimanakah cara untuk mencapai tujuan ketertiban dan kepastian hokum ? yakni dengan perlindungan harkat dan martabat hak asasi tersangka atau terdakwa didalam mekanisme SPP didalam KUHAP juga terkandung harapan untuk kekuasaan kehakiman itu yang bebas dan bertanggung jawab
Bahwa dalam penegakan hokum yang bertanggung jawab akan berhasil dengan cara pendekatan orientasi system/mekanisme system
Dalam konteks penegak hokum dengan mempergunakan pendekatan system terdapat pengaruh timbale balik antara perkembangan kejahatan dengan kebijakan criminal yang telah dilaksanakan oleh Penegak Hukum.
Dalam konteks evaluasi bahwa perkembangan kejahatan ada 3 dimensi :
1.      Dimensi kemiskinan :kejahatan yang bermuara pada dimensi ini menghasilkan kejahatan konvensional, contoh pencurian
2.      Dimensi keserakahan: kejahatan yang bermuara pada dimensi ini menghasilkan corpora crime, collar crime
3.      Dimensi kekuasaan : kejahatan yang bermuara pada dimensi ini menghasilkan kehatan yang tidak terlihat/kewenangannya. Contoh korupsi
Dalam menghadapi 3 dimensi kejahatan, SPP sangat jarang untuk menghadapkan para kejahatan yang berdimensi keserakahan dan kekuasaan

MATERI KULIAH SISTEM PERADILAN PIDANA B.MULTAZAAM (4 SEPTEMBER 2014)
Model SPP Indonesia didasarkan pada KUHAP dengan kata lain dasar peradilan pidana Indonesia ialah KUHAP. KUHAP mengutamakan hak asasi manusia/terdakwa baik berdasarkan KUHAP maupun perundang-undangan lain di luar kuhap. SPP Indonesia mempunyai sub system seperti kepolisian, kejaksaan, lembaga pemasyarakatan, PN dan penasehat hokum (Quasi subsitem). Quasi yaitu seakan-akan/seolah-olah sebagai sub system.
a.       Sub system kepolisian : UU No.2 tahun 2002 pasal 13 :
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a.  memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b.  menegakkan hukum; dan
c.  memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Sebagai penegak hokum polisi itu masuk jajaran system peradilan pidana sebagai salah satu sub system. Dalam SPP polisi merupakan pintu gerbang bagi para pencari keadilan karena dari sinilah dimulai penyelenggaraan peradilan pidana. Polisi diperkenankan untuk melakukan penangkapan dengan upaya paksa. Dalam SPP Indonesia menempati posisi awal yang tidak menguntungkan misal: dalam melakukan penyamaran di sarang narkotika.
Kewenangan kepolisian :
1.      Sebagai penegak hukum secara rinci diatur didalam KUHAP yang pada intinya dibidang penyidikan, kepolisian mendapat porsi sebagai penyidik tindak pidana umum.
2.      Kepolisian mempuyai kewenangan melakukan penyidikan tambahan
3.      Kepolisian berwenang sebagai coordinator dan pengawas PNS
Perbedaan alat bukti dan barang bukti :
A.     Alat Bukti
Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (”KUHAP”) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam sistem pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelsel negatief wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian (Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, hal. 19). Hal ini berarti bahwa di luar dari ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah.

B.     Barang Bukti 
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana memang tidak menyebutkan secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang dapat disita, yaitu:
a.benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
b.benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c.benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
d.benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e.benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan,
Atau dengan kata lain benda-benda yang dapat disita seperti yang disebutkan dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dapat disebut sebagai barang bukti (Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti Dalam Proses Pidana, hal. 14).
-          Tidak harus barang bukti misal korban penganiayaan pasal 1 huruf 1 tentang penyidikan.

MATERI SISTEM PERADILAN PIDANA BAPAK MULTAZAM à 18 SEPTEMBER 2014
Tugas polisi :
1.      Melakukan penyidikan dalam tindak pidana umum.
Pasal 1 ayat 2 : Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undangundang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Penyelidikan dalam istilah kepolisian : LIDIK SERSE à penyelidikan reserse
Dalam KUHP pasal 1 ayat 5, lidik serse : guna mencari keterangan apakah suatu peristiwa yang dilaporkan merupakan tindak pidana atau bukan
2.      Melengkapi keterangan yang diperoleh sebelum melakukan tindakan
3.      Pelaksanaan penindakan
Diantara wewenang penyidik ada penindakan “upaya paksa” maka disini wajib melaporkan kepada penuntut umum. Upaya paksa bisa berupa pemanggilan pro yustisia, penangkapan, penahanan, penyitaan.
Pasal 17 KUHAP : Disamping ada surat penangkapan ada bukti permulaan yang cukup.
      System due process ini telah berlaku dan ada dalam pasal 17 yaitu ada surat perintah dan bukti permulaan yang cukup. Namun dalam kenyataannya  penyidik melakukan penangkapan tanpa surat perintah sehingga orang yang merasa dirugikan dapat mengajukan praperadilan.
      Apabila system due process model terjadi hal demikian maka legal guiltnya ternodai maka factual guiltnya tidak akan dijalani
Pasal 56 : mewajibkan penasehat hokum mendamping terdakwa/tersangka
Yang dimaksud dengan "bukti permulaan yang cukup" ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14. Pasal ini menentukan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betu-betul melakukan tindak pidana[2]. +  Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana[3].
Misalkan warga melaporkan kepada polisi bahwa A melakukan tindak pidana, maka ini ada laporan polisi. Ini bisa ditetapkan sebagai tersangka namun tidak serta merta bisa secara langsung dilakukan penangkapan.
Dalam kasus korupsi yang ditangani oleh KPK tidak mengenal penghentian penyidikan selama ini, dan setiap orang yang tersangkut kasus korupsi tidak ada yang pernah bebas.
Bukti permulaan yang cukup tidak diatur secara tegas didalam KUHAP maka bisa dilakukan pendekatan secara konseptual. Macam-macam pendekatan yaitu pendekatan gramatikal, pendekatan bahasa, pendekatan UU, pendekatan konseptual. Jadi bukti permulaan yang cukup bisa dicari dalam doktrin/para ahli yaitu ada pada pasal 183 KUHAP minimal 2 alat bukti. Yang bisa digunakan ialah pada pasal 184 KUHAP ada 3 yaitu keterangan saksi, keterangan ahli dan surat (ini pendapat dari P.A.F lamintang).
b.        Sub system kejaksaan
Pasal 2 UU No.16 tahun 2004 tentang kejaksaan yaitu Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-Undang ini disebut kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Maka kejaksaan disamping mempunyai kewenangan penuntutan juga kewenangan lain yaitu bidang pidana, perdata, tata usaha Negara, ketertiban dan keamanan.
a.       Bidang pidana                               :
o   Jaksa mempunyai tugas dan kewenangan  melaksanakan kewenangan hakim dan putusan PN yang mempunyai kekuatan hokum tetap, pengawasan putusan pidana bebas bersyarat[4] dan putusan lepas bersyarat[5]
b.      Bidang perdata dan TUN             :
o   Jaksa mempunyai kewenangan dapat bertindak sebagai kuasa hokum Negara baik diluar maupun didalam pengadilan
c.       Bidang ketertiban dan keamanan : pengawasan terhadap aliran kepercayaan, melakukan pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan agama.
Jaksa dalam system peradilan pidana menempati posisi yang sangat strategis dalam mencapai tujuan system peradilan pidana karena tugas yang dimiliki oleh kejaksaan yang diemban ialah sejak awal proses sampai dengan hingga proses peradilan berakhir. Maka kejaksaan selalu bersinggungan dengan instansi lain dalam hal ini kepolisian dan pengadilan negeri.
Jaksa sebagai penuntut umum tergantung dalam peran polisi dalam tingkat penyidikan. Berkas perkara[6] diberikan kepada jaksa. Sebab berdasarkan pasal 8 KUHP tugas jaksa menyelidiki dan meneliti berkas perkara apakah sudah lengkap atau belum.Dalam istilah ini sering disebut dengan pra penuntutan (pasal 14). Inilah tugas yang ada bersinggungan dengan polisi. Selanjutnya bersinggungan dengan pengadilan, hakim menyuruh jaksa untuk membuat surat dakwaan.
Ada beberapa cara dalam pelimpahan perkara
MATERI SISTEM PERADILAN PIDANA BAPAK MULTAZAAM à 25 SEPTEMBER 2014
Lanjutann….
Jaksa sebagai penuntut umum tergantung dari peran polisi karena untuk melakukan penuntutan, jaksa harus mempelajari berkas perkara yang dibuat penyidik. Apakah sudah lengkap atau belum. Hal ini terdapat/disebut pra penuntutan.
Untuk suksesnya peran jaksa, harus dipikirkan apakah perlu dilakukan pra penuntutan atau tidak. Hal ini terdapat dalam pasal 138[7] jo pasal 1 angka 7 KUHAP[8]: tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara kepada PN yang berwenang Jo pasal 139. Ada 3 cara :
1.      Pelimpahan secara biasa : harus disertai dengan surat dakwaan
2.      Pelimpahan secara singkat : tidak disertai dengan surat dakwaan tetapi hanya dengan catatan penuntut umum.
3.      Pelimpahan secara cepat : pelimpahan tanpa campur tangan penuntut umum. Ini yang melakukan ialah penyidik atas kuasa penuntut umum tanpa surat catatan/dakwaan penuntut umum, tapi berkas dari penyidik sudah ada tindak pidana yang didakwaan seperti kasus tipiring(pasal 205[9] KUHAP), pelanggaran lalu lintas(pasal 211[10]). Dalam pemeriksaan dengan cara cepat/sidang pelanggaran lalu lintas tidak diberi kesempatan untuk membantah karena sistemnya strict liability yaitu pertanggungjawaban pidana tanpa melihat salah atau tidak.
Vicarious liability : tanggung jawab kesalahan seseorang dari orang lain.
c.       Sub system pengadilan :
Berbicara mengenai pengadilan itu sudah pasti beribicara tentang hakim.hakim yang memiliki hubungan kehakiman yang sangat besar dalam system peradilan pidana. Hakim ini adalah hakim yang bertugas untuk memeriksa dan menyidangkan perkara oleh penuntut umum. Untuk itu hakim harus ditunjuk oleh ketua pengadilan, sehingga dengan demikian dalam pemeriksaan pengadilan diawali dengan penunjukkan hakim.
Kalau terhadap tingkat penyidikan diawali dengan diketahuinya tindak pidana (pasal 106[11]) yang berasal dari laporan/aduan masyarakat/tertangkap tangan/dari polisi sendiri
QF : MENGAPA PERISTIWA YANG SUDAH DILAKUKAN PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN NAMUN SAAT SUDAH DIPUTUS OLEH PENGADILAN PUTUSAN HAKIM TERHADAP TERSANGKA MENJADI LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM ?
JWB: karena peristiwa itu menurut pandangan hakim bukan merupakan peristiwa tindak pidana maka diputus bebas.
Surat panggilan (pasal 145[12] + pasal 227[13] KUHAP) didalam surat panggilan ada tanda terima yang mana yang menerima panggilan harus menandatangani panggilan.
            Hakim yang ditunjuk inilah harus menetapkan hari sidang dan memerintahkan jaksa dan saksi datang pada hari sidang yang ditetapkan. Kemudian hakim membuka sidang dengan mengatakan sidang terbuka dan terbuka untuk umum. Kemudian menanyakan identitas dari terdakwa, biasanya langsung membaca surat dakwaan. Dalam pemeriksaan singkat langsung membaca catatan dan catatan tersbut langsung dicatat oleh panitera. Inilah yang dijadikan sebagai surat dakwaan. Terdakwa melakukan eksepsi kemudian pembuktian yang menentukan tersangka bersalah atau tidak.
d.      Sub system lembaga pemasyarakatan
Lembaga pemasyarakatan merupakan sub system yang terakhir dari system peradilan pidana, ini lazim diakui sebagai sub system yang paling akhir. Ini terkandung tujuan dan harapan yaitu tujuannya adalah pembinaan dari penghuni LP yang disebut narapidana. Mengapa harus demikian ? walaupun napi dinyatakan orang yang bersalah menurut hokum harus dibina agar kembali menjadi warga yang diterima oleh masyarakat sehingga adanya pembinaan itu napi menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi kesalahan. Ini yang menjadi tujuan dan harapannya.
e.       Sub system advokat : sebagai quasi sub system.
Posisi advokat sebagai sub system peradilan pidana masih menjadi perdebatan. UU No.18 tahun 2003. Pasal 5[14] advokat sebagai penegak hokum yang kewenangannya tidak sama dengan penegak hokum (polisi).
Advokat mempunyai beberapa fungsi :
1.      Sebagai konsultan hokum
2.      Sebagai pembela
3.      Sebagai pemegang kuasa
4.      Sebagai penegak hokum  



[1] Apabila keterpaduan dalam bekerja system tidak dilakukan, diperkirakan terdapat tigakerugian sbb :1. Kesukaran dalam menilai sendiri keberhasilan atau kegagalan masing-masinginstansi, sehubungan tugas merekabersama;2. Kesulitan dalam memecahkan sendirimasalah-masalah pokok masing-masinginstansi (sebagai sub sistem dari sistemperadilan pidana);3. Karena tanggung jawab masing-masing instansi sering kurang jelas terbagi, makasetiap instansi tidak terlalu memerhatikanefektivitas menyeluruh dari sisitem peradilanpidana
[2] Penjelasan pasal 17 KUHAP
[3] Pasal 1 angka 14
[4] Pada putusan bebas (vrijspraak) tindak pidana yang didakwakan jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaannya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Dengan kata lain, tidak dipenuhinya ketentuan asas minimum pembuktian (yaitu dengan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah) dan disertai keyakinan hakim (Vide Pasal 183 KUHAP) (menurut LILIK MULYADI)
[5] pada putusan lepas (onslag van recht vervolging), segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan jaksa/penuntut umum telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, akan tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana, karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, misalnya merupakan bidang hukum perdata, hukum adat atau hukum dagang (menurut LILIK MULYADI)
[6] Berkas Perkara merupakan hasil seluruh rangkaian proses penyidikan berupa administrasi penyidikan yang meliputi pencatatan, pelaporan, pembuatan berita acara, surat menyurat dan pendataan yang disusun, diikat, diberi sampul, disegel/dilak dan dijilid dengan rapi untuk segera diserahkan penyidik ke penuntut umum
[7]  Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan daripenyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum.
(2) Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum
[8] Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan
[9] yang diperiksa menurut acara pemeriksana tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini.
[10]yang diperiksa menurut acara pemeriksaan pada Paragraf ini ialah perkara pelanggaran tertentu terhadap
peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan
[11] Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan.
[12] Pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan dilakukan secara sah, apabila disampaikan dengan surat panggilan kepada terdakwa di alamat tempat tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak diketahui, disampaikan di tempat kediaman terakhir.
[13]  Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang dalam semua tingkat pemeriksaan kepada terdakwa, saksi atau ahli disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan, di tempat tinggal mereka atau di tempat kediaman mereka terakhir
[14] Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan UndangUndang ini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KUMPULAN SOAL UAS SEMESTER 5 FAKULTAS HUKUM UNEJ

SOAL UAS MATA KULIAH STUDI KASUS HUKUM PIDANA [SELASA, 16 DESEMBER 2014] Kasus posisi : Polres jember berhasil mengungkap kasus pembunuhan terhadap BONI (24 tahun) seorang mahasiswi di Universitas Jember dengan menangkap tersangka di dua tempat terpisah di Bondowoso dan Jember. “mereka membunuh korban setelah merampas mobil yang dimiliki korban. Korban di bunuh untuk menghilangkan jejaknya”, kata Kapolres Jember. Ia mengatakan dalam pemeriksaan tersangka mengaku telah merencanakan hal tersebut terhadap korban dengan terlebih dahulu mempersiapkan pipa, besi, lakban dan tali. Ketiga orang tersebut adalah DADO (15 tahun), ACONG (29 tahun), MAULANA (27 tahun). Awalnya DADO, ACONG, MAULANA menawarkan kepada BONI bahwa mereka dapat membantu korban untuk menjadi seorang pemain sinetron dengan gaji hingga belasan juta rupiah. Untuk meyakinkan korban para tersangka mengaku sebagai karyawan salah satu rumah produksi di Kemang Jakarta Selatan. Setelah bertemu beberapa kali di Je

materi studi kasus hukum pidana

STUDI KASUS HUKUM PIDANA Bapak echwan à 18 agustus 2014 Issu hokum = masalah-masalah hokum Studi kasus = metode penelitian normative/empirik/                                                                            UU                           KONSEP                                                                                 KASUS PERBANDINGAN Keterangan : -          Pendekatan kasus : digunakan untuk membahas -          Studi kasus : kasusnya yang dibahas. Studi kasus merupakan suatu metode penelitian yang sama-sama memusatkan perhatiannya pada penelaahan di seputar suatu kejadian (menurut adelmann)/penyelidikan sistematis atas suatu kejadian kasus. Yang dimaksud sistematis : tahap-tahap harus jelas/langkah-langkah yang ditempuh harus jelas -          Data : dikenal dengan penelitian empiris, yang digunakan untuk membuktikan hipotesa -          Wawancara : digunakan pada penelitian sebagai bahan tersier Studi kasu

materi kuliah viktimologi

MATERI KULIAH VIKTIMOLOGI à IBU SITI SUDARMI (21 agustus 2014) Kriminologi samadengan viktimologi Literature : sahetapy, muladi Pengertian viktimologi : ilmu yang terbaru Victim : korban, logos : ilmu Contoh kejahatan tanpa korban : narkotika, judi, perzinahan (ini merupakan kejahatan yang menjadi satu dengan korbannya/ crime without victim). -           Mazhab positivism : UU NO.13/2006 tentang LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). Pasal 10 ayat 2 [1] . Korban juga punya hak dan kewajiban diatur dalam UU LPSK. Pengertian korban bermacam-macam baik menurut ahli, secara yuridis [2] . Tujuan mempelajari viktimologi : 1.       Sebagai bahan masukkan dalam membentuk peraturan perundang-undangan 2.       Masukkan kepada penegak hokum dalam menegakkan hokum Dalam KUHP, pengertian korban diatur dalam pasal 14 C KUHP tentang mengganti kerugian ada 2 macam korban : 1.       Korban kejahatan : ada unsur sengaja 2.       Korban kecelakaan : unsure tidak